MANTUL! Ceramah Gus Baha: Indonesia Bukan Hanya Milik PDIP & SOEKARNOISME!
Dalam sebuah video yang diunggah oleh ilham haris kini sudah ditonton lebih dari 25 ribu orang.
Ceramah tersebut mengingatkan sejarah Indonesia masa lalu, bahwa Umat Islam ikut berjuang khususnya parta-partai Islam zaman dulu.
"Ceramah Ngaji Gus Baha bahasa Indonesia terbaik dari channel#ilhamharis dengan judul
"Indonesia bukan hanya milik PDIP & para SOEKARNOISME"
Bahwa dalam sejarah semua pihak apalagi agama Islam sangat berperan penting dalam pendirian Negara Republik Indonesia
Berikut adalah isi ceramah Gus BAHA yang mengutip dari portal-islam.id
"Orang yang pro-Megawati itu begitu mendewa-dewakan Soekarno, seakan-akan Indonesia itu dimulai dari Bung Karno. Sampai ada faham Soekarnoisme. Bahwa Indonesia itu seakan-akan dimulai dari Soekarno. Memang deklarator kemerdekaan Indonesia itu Soekarno.
Tapi Umat Islam atau Partai-Partai Islam itu tidak kecil hati. Karena embrio yang bernama Indonesia itu dari partai-partai Islam.
Tahun 1908 sebelum ada Partai Nasionalis, yang berani melawan kolonialisme Belanda adalah partai-partai Islam. Sehingga kebangkitan Indonesia itu dimulai tahun 1908. Karena saat itu yang pertama mencetus ide melawan Belanda adalah Kyai-Kyai Islam, yaitu saat itu bikin Serikat Dagang Islam, lalu jadi Sarikat Islam, lalu jadi partai-partai Islam, dimulai dari angkatan Haji Oemar Said Tjokroaminoto, disingkat HOS Tjokroaminoto.
Jadi ndak bisa Indonesia itu meninggalkan Islam.
Kan kita-kita ini kaya di-ninabobo-kan, seakan-akan Indonesia itu dimulai dari Soekarno, sehingga kalau berani sama Soekarno sekan-akan kita itu Anti-Indonesia.
Ya kita tidak mungkin tidak menghormati Soekarno. Beliau sebagai pahlawan besar kita hormati.
Tapi ya kebesaran Soekarno demi bangsa Indonesia jangan kemudian direduksi disederhanakan hanya melewati partai, itu namanya pengkerdilan.
Tentu Soekarno bikin negara ini ya untuk semua bangsa, bukan untuk PDIP saja, bukan untuk partai-partai marheinisme saja, juga untuk partai-partai yang berpaham Soekarno saja."